Analisa Semiotika (Analisis) - Bagian 2

By | September 24, 2019 Leave a Comment

Sedangkan menurut John A. Walker semiotika adalah “ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Definisi tersebut menjelaskan relasi yang tidak dapat dipisahkan antara sistem tanda dan penerapannya di dalam masyarakat. Oleh karena tanda itu selalu ditempa di dalam kehidupan sosial dan budaya, maka jelas keberadaan semiotika sangat sentral di dalam cultural studies. Tanda tidak berada di ruang kosong, tetapi hanya bisa eksis bila ada komunitas bahasa yang menggunakannya. Budaya, dalam hal ini, dapat dilihat sebagai bangunan yang dibangun oleh kombinasi tanda-tanda, berdasarkan aturan tertentu (code), untuk menghasilkan makna.

Tanda di dalam fenomena kebudayaan mempunyai cakupan yang sangat luas, di mana selama unsur-unsur kebudayaan mengandung di dalam dirinya makna tertentu, maka ia adalah sebuah tanda, dan dapat menjadi objek kajian semiotik. Apakah itu pola tingkah laku seseorang, pola pergaulan, penggunaan tubuh, pengorganisasian ruang, pengaturan makanan, cara berpakaian, pola berbelanja, hasil ekspresi seni, cara berkendaraan, bentuk permainan dan objek-objek produksi, semuanya dianggap sebagai tanda dan produk bahasa ( John A. Walker 2010: xxii ).


Menurut kami, lebih plural tentang arti tanda dari John A. Walker, karena mengisyaratkan tentang respon dari indra seseorang yang ditimpa stimulus apapun bisa berarti sebuah tanda. Bahkan hal terkecilpun memiliki potensi besar berupa makna. Namun, keragaman makna di sini berlaku ketika adanya sebuah komunitas bahasa yang menyetujui tentang berbagai tanda yang disepakati dan mempunyai legitimasi aturan-aturan tentang pemaknaan tersebut. Begitu juga sebaliknya ada kekuatan personal orang yang mampu memaknai berbagai tanda, akan tetapi orang lain tidak mampu bahkan tidak menyetujui akan makna dari perseorangan tersebut, itu tidak berlaku dalam sebuah analisa dan tidak bisa diwujudkan dalam kehidupan luas.

Maka dari itu sebuah tanda tertentu yang dapat memberikan makna harus diteliti dan dibuktikan dalam sebuah praktek meskipun artikulasi itu tidak nampak atau tidak riil wujudnya. Dari interpreter ke interpreter selanjutnya harus jelas dalam memaknai, sehingga dengan sendirinya makna-makna yang akan membudaya secara automatic menyatu dalam sebuah wadah budaya dan disepakati. Contohnya adalah kultur barat yang dahulu merayap menggunduli budaya luhur dan saat ini menggunduli dirinya sendiri dan idealisme budaya Indonesia digantikan dengan budaya Kapitalisme. Tanpa terasa luka itu bertambah parah menggerogoti kesejahteraan rakyat hidup dengan layak. Ini semua berawal dari tanda yang dimaknai dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya menjadi budaya baru yang memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Indonesia yang disebut modern. Cara-cara berpakaian, konsumerisme, cara berpikir liberal tak bermoral, dan lain sebagainya bisa dinamakan tanda-tanda budaya barat yang dimaknai modern oleh masyarakat Indonesia.

Karena pengertian semiotika adalah sistem tanda yang berelasi dalam pemaknaan, maka yang pertama akan kami bahas adalah karakteristik tanda ( Arbitrer ). Karakteristik Tanda ( Arbitrer )

Bahasa, dalam perspektif semiotika ( 2011: 66 ), hanyalah salah satu sistem tanda-tanda (system of signs). Dalam wujudnya sebagai suatu sistem, pertama-tama, bahasa adalah sebuah institusi sosial otonom, yang keberadaannya terlepas dari individu-individu pemakainya. Bahasa merupakan seperangkat konvensi sistematis, produk dari kontrak kolektif, yang bersifat memaksa. Saussere ( dalam Kris Budiman 2011: 66 ) menyebutnya sebagai lengue. Kedua, bahasa tersusun dari tanda-tanda, yakni entitas fisik, yang di dalam bahasa lisan berupa citra-bunyi (sound image), yang berelasi dengan konsep tertentu. Selanjutnya, Saussere menamakan entitas material-sensoris ini sebagai penanda (signifier atau signifiant) dan konsep yang berkait dengannya sebagai petanda (signified atau signifie). Masih menurut Saussure, tanda-tanda, khususnya tanda-tanda kebahasaan, setidak-tidaknya memiliki dua buah karakteristik primordial, yakni bersifat linear dan arbitrer.

0 komentar:

Posting Komentar